
Pengertian akad tabarru sangat penting dalam memahami konsep asuransi syariah yang semakin berkembang di masyarakat.
Seiring dengan meningkatnya permintaan akan kebutuhan asuransi, inovasi dalam bidang ini terus berkembang.
Salah satu inovasi tersebut adalah asuransi syariah, yang mengintegrasikan prinsip-prinsip syariat Islam dalam pengelolaan dana dan aktivitas lainnya.
Baca JugaVan Dijk Ungkap Giroud Lawan Terberat Sepanjang Karier di Liverpool
Asuransi syariah banyak diminati di Indonesia, mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam.
Dalam asuransi syariah, terdapat konsep yang disebut dengan akad tabarru, yang meskipun terdengar baru bagi sebagian orang, sebenarnya merupakan prinsip yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari.
Berikut ini ulasan selengkapnya terkait pengertian akad tabarru, dasar hukum, hingga contohnya yang penting diketahui.
Pengertian Akad Tabarru
Pengertian akad tabarru merujuk pada akad hibah yang bersifat non-komersial dan bertujuan untuk membantu sesama peserta dalam suatu transaksi.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi dan Usaha Perasuransian berbasis syariah, dijelaskan bahwa dana yang terkumpul melalui akad ini akan disalurkan ke dalam rekening khusus yang disebut dana tabarru.
Akad ini sangat umum digunakan dalam transaksi keuangan berbasis Islam, di mana tujuan utamanya bukan untuk mencari keuntungan finansial, melainkan untuk mencapai kebaikan.
Tabarru berasal dari kata birr dalam bahasa Arab yang berarti kebaikan. Meskipun demikian, penerima akad tetap bisa mendapatkan keuntungan dalam bentuk yang sah, misalnya untuk menutupi biaya yang timbul selama pelaksanaannya.
Dalam perspektif fiqih, tabarru juga dipahami sebagai pemberian manfaat antar pihak dengan harapan mendapatkan pahala dari Allah subhanahu wa ta'ala.
Dasar Hukum Akad Tabarru
Tabarru merupakan akad yang memungkinkan kepemilikan harta tanpa adanya ganti rugi, yang diberikan secara sukarela oleh seseorang kepada pihak lain.
Dalam konteks asuransi syariah, tabarru digunakan untuk menghindari gharar yang dilarang dalam Islam, sekaligus sebagai cara untuk berbagi dana kebajikan guna membantu sesama peserta.
Meskipun istilah tabarru tidak secara eksplisit disebutkan dalam al-Quran, Allah memerintahkan kita untuk saling menolong dalam kebaikan dan takwa sebagaimana tercantum dalam Surah Al Maidah: 2.
Di dalam ayat ini, kita diingatkan untuk tidak menolong dalam hal dosa atau pelanggaran dan untuk selalu bertakwa kepada Allah, karena siksaan-Nya sangat berat.
Dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul melalui tabarru digunakan untuk membantu nasabah yang mengalami musibah.
Semua peserta berpartisipasi dengan niat ikhlas untuk tolong-menolong tanpa mengharapkan imbalan materi, melainkan pahala dari Allah SWT.
Hal ini berbeda dengan akad mu’awadhah pada asuransi konvensional, di mana pihak yang memberi bantuan berhak untuk mendapatkan penggantian.
Akad tabarru berfokus pada tujuan kebaikan dan bukan keuntungan komersial. Peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk membantu nasabah lainnya, sementara perusahaan bertindak sebagai pengelola dana tersebut.
Dalam Islam, memberikan sebagian harta untuk membantu orang lain adalah sesuatu yang sangat dianjurkan. Salah satu riwayat dari HR. Muslim menyebutkan,
"Perumpamaan persaudaraan kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang diantara mereka adalah seumpama satu tubuh. Bilamana salah satu bagian tubuh merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh bagian tubuh yang lainnya, seperti ketika tidak bisa tidur atau ketika demam."
Hadis ini menggambarkan pentingnya tolong-menolong dalam masyarakat Islam, di mana setiap individu merasa peduli terhadap kesulitan yang dialami orang lain.
Prinsip ini mendasari filosofi asuransi syariah, yang bertujuan untuk meringankan beban sesama.
Perbedaan Tabarru dengan Tijarah
Akad ijarah dan tabarru memiliki sifat yang membedakan keduanya. Salah satu perbedaan utama adalah bahwa akad tabarru tidak bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.
Tujuan utama dari akad tabarru adalah untuk saling tolong-menolong, bukan untuk meraih laba.
Meskipun peserta dapat meminta penggantian biaya yang dikeluarkan dalam menjalankan akad ini, mereka tidak boleh mengambil keuntungan finansial dalam bentuk apapun.
Akad tabarru tidak dapat diubah menjadi akad tijarah, kecuali ada persetujuan dari semua pihak yang terlibat sebelumnya.
Sebaliknya, akad tijarah berfokus pada transaksi yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan komersial. Transaksi ini dilaksanakan dengan niat untuk mendapatkan laba.
Adapun akad ijarah bisa diubah menjadi akad tabarru jika pihak yang berhak melepaskan haknya, sehingga kewajiban pihak yang belum menunaikan tanggung jawabnya bisa dihapuskan.
Inti dari akad tabarru adalah untuk melakukan kebaikan demi mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Jika dalam pelaksanaannya terdapat unsur keuntungan komersial, maka akad ini tidak lagi disebut sebagai akad tabarru, melainkan berubah menjadi akad tijarah.
Oleh karena itu, tidak diperkenankan untuk mengambil keuntungan komersial dalam akad tabarru, namun biaya yang timbul saat menjalankan akad ini dapat diganti dengan bagian dari dana tabarru itu sendiri.
Industri yang Menerapkan Akad Tabarru
1. Asuransi Syariah
Asuransi syariah berbeda dari asuransi konvensional karena menggunakan akad tabarru dalam operasionalnya.
Dengan akad ini, peserta asuransi menyumbangkan sebagian premi mereka untuk membantu sesama peserta yang sedang mengalami musibah, sebagai bentuk sedekah dan tolong-menolong.
2. Perbankan Syariah
Dalam perbankan syariah, akad tabarru juga diterapkan, terutama pada transaksi pinjam-meminjam.
Sistem bagi hasil digunakan dalam kegiatan ini, memastikan bahwa transaksi yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam tanpa melibatkan unsur riba.
3. Pegadaian Syariah
Akad tabarru juga diterapkan dalam pegadaian syariah, khususnya dalam transaksi pinjam-meminjam dengan jaminan.
Sama seperti dalam perbankan syariah, pegadaian syariah memastikan bahwa semua transaksi berjalan sesuai dengan syariat Islam, bebas dari unsur riba.
Contoh Akad Tabarru
1. Qardh
Qardh adalah akad pinjam-meminjam yang dilakukan antara bank dan nasabah dengan tujuan membantu kebutuhan mendesak.
Pinjaman ini diberikan dengan kewajiban pengembalian dalam jumlah yang sama sesuai dengan jangka waktu yang disepakati. Pembayaran dapat dilakukan secara cicilan atau sekaligus.
Dana yang digunakan berasal dari sumber yang sah, seperti zakat, infak, dan sedekah dari kaum dermawan, yang digunakan untuk tujuan sosial atau membantu kaum dhuafa.
Dana ini dapat digunakan untuk mendanai usaha dhuafa, membayar utang, menyewa rumah, atau menanggulangi musibah. Qardh juga bisa digunakan untuk mengalihkan utang dengan ketentuan tertentu.
a. Akad Qard dan Murabahah
Dalam akad ini, bank memberikan pinjaman kepada nasabah untuk membayar utang, dan barang yang dibeli menjadi milik nasabah secara penuh.
Nasabah bisa menjual aset tersebut kepada bank untuk melunasi pinjaman yang telah diberikan, dengan pembayaran secara berangsur.
b. Akad Qard dan Ijarah Muntahia Bittamlik
Dalam akad ini, nasabah menggunakan dana pinjaman untuk melunasi utangnya dan memperoleh kepemilikan penuh atas barang yang dibeli.
Bank akan menyewakan aset yang dibeli kepada nasabah dengan akad ijarah muntahia bittamlik hingga kepemilikan penuh.
c. Akad Qard dan Ijarah
Nasabah dapat melakukan akad ijarah dengan bank sesuai dengan fatwa DSN-MUI. Bank juga dapat membantu nasabah dengan memberikan talangan untuk membayar kewajiban nasabah, namun akad ijarah tidak boleh bersyarat dengan pemberian talangan.
Imbalan jasa ijarah tidak boleh dihitung berdasarkan jumlah talangan yang diberikan bank. Pemberian pinjaman harus sesuai dengan prinsip syariah dan kondisi yang jelas.
Bank harus memastikan nasabah mampu mengembalikan pinjaman tanpa tambahan biaya di luar jumlah pinjaman yang diberikan.
2. Rahn
Rahn adalah akad yang menyerahkan barang atau harta milik nasabah sebagai jaminan untuk pembayaran utang. Dalam perbankan syariah, akad rahn digunakan untuk gadai sebagai jaminan bagi pembiayaan yang diberikan oleh bank.
Syarat barang yang digadaikan mencakup kepemilikan yang sah oleh nasabah, nilai yang jelas dan terukur, serta dapat dikuasai meski tidak boleh digunakan oleh bank.
Nasabah diperbolehkan menggunakan barang yang digadaikan dengan izin bank, namun barang tersebut harus terjaga nilai dan kondisinya.
Jika barang digadaikan oleh perintah hakim, nasabah bisa menjualnya dengan izin bank, dan kelebihan hasil penjualan menjadi milik nasabah. Namun, jika hasil penjualan kurang dari kewajiban, nasabah harus tetap membayar kekurangannya.
3. Hiwalah
Hiwalah adalah akad yang memungkinkan pemindahan utang dari satu orang kepada orang lain. Dalam perbankan, akad ini digunakan dalam beberapa situasi berikut:
Anjak piutang, di mana nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan hak tagihannya kepada bank, yang kemudian membayar piutang tersebut dan menagihnya kepada pihak ketiga.
Post dated check, di mana bank bertindak sebagai juru tagih tanpa perlu membayar terlebih dahulu piutang yang ada.
Bill discounting, yang prinsipnya mirip dengan hiwalah, namun berbeda karena nasabah harus membayar biaya tambahan, sementara pada akad hiwalah tidak ada biaya tambahan.
4. Wakalah
Wakalah adalah akad yang terjadi ketika nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk bertindak atas namanya dalam beberapa kegiatan, seperti membuka Letter of Credit (L/C), mentransfer uang, atau melakukan transaksi lainnya.
Dalam perbankan, akad wakalah juga digunakan untuk mewakili nasabah dalam pembelian barang dari pemasok, sering kali berhubungan dengan akad tijarah.
5. Kafalah
Kafalah adalah akad yang memberikan tanggung jawab seseorang untuk menjamin tanggung jawab orang lain, baik itu terkait dengan utang, barang, atau bahkan nyawa.
Dalam perbankan, kafalah bisa ditemukan dalam kegiatan penerbitan garansi bank. Jenis-jenis kafalah meliputi:
Kafalah bin nafs, yaitu jaminan dari penjamin untuk dirinya sendiri.
Kafalah bil maal, yaitu jaminan pembayaran utang, yang dapat berupa uang muka atau jaminan pembayaran lainnya.
Kafalah muallaqa, yaitu jaminan yang diberikan dengan batas waktu tertentu dan tujuan yang spesifik, seperti jaminan untuk proyek atau penawaran tertentu.
6. Wadiah
Wadiah dalam perbankan dikenal sebagai simpanan, yaitu penyimpanan dana oleh nasabah kepada bank yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja sesuai permintaan nasabah. Beberapa hal penting terkait wadiah adalah:
Bank atau penerima simpanan berperan sebagai tangan amanah dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan yang terjadi selama itu bukan akibat kelalaian bank.
Penggunaan dana titipan oleh bank hanya boleh dilakukan dengan izin nasabah dan dengan jaminan bahwa dana tersebut akan dikembalikan secara penuh.
Bank berhak mendapatkan keuntungan dari penggunaan dana titipan, namun juga berisiko mengalami kerugian, dan nasabah berhak atas bonus atau jasa atas penggunaan dana tersebut, meski ini tergantung pada kebijakan bank.
Sebagai penutup, pengertian akad tabarru menunjukkan bahwa ini adalah bentuk transaksi yang bertujuan untuk saling tolong-menolong, bukan untuk memperoleh keuntungan materi, yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Muhammad Anan Ardiyan
wartafinansial.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Harga Emas Antam Naik Jadi Peluang Investasi Menarik Bagi Masyarakat
- Kamis, 11 September 2025
Penerimaan Pajak Tertib, Strategi Dirjen Pajak Dorong Pemulihan Ekonomi
- Kamis, 11 September 2025
Jumlah Pemegang Saham Bank Mandiri Meningkat Signifikan Menarik Investor
- Kamis, 11 September 2025
Berita Lainnya
Proyek Tol Infrastruktur Jalan Tingkatkan Mobilitas Nasional dan Daerah
- Kamis, 11 September 2025
Terpopuler
1.
Matcha Jadi Tren Minuman Sehat, Tradisi Jepang Menyatu Gaya Hidup
- 11 September 2025
2.
Warisan dan Keunikan Makanan Khas Ternate dan Tidore yang Patut Dicoba
- 11 September 2025
3.
4.
Penyesuaian Harga BBM Pertamina September Hadir Lebih Terjangkau
- 11 September 2025
5.
PGAS Optimalkan Gas Bumi untuk Efisiensi Energi dan Transisi Positif
- 11 September 2025