
JAKARTA - Ketika bencana datang tiba-tiba dan perubahan iklim berlangsung secara perlahan namun pasti, tantangan besar muncul bagi seluruh bangsa. Namun di balik krisis, tersimpan pula potensi untuk bangkit dan memperkuat daya tahan nasional. Inilah semangat yang diusung oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam mengedepankan peringatan dini sebagai langkah strategis menuju masa depan Indonesia yang lebih tangguh dan berkelanjutan.
Dalam momentum nasional yang memperingati peran vital meteorologi, klimatologi, dan geofisika, BMKG kembali menegaskan pentingnya kesiapsiagaan menyeluruh terhadap bencana alam dan dinamika iklim yang kian kompleks. Pesan ini bukan sekadar seruan seremonial, melainkan panggilan nyata untuk seluruh pemangku kepentingan agar membangun kolaborasi lintas sektor demi menciptakan sistem peringatan dini yang lebih inovatif dan responsif.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan bahwa peningkatan intensitas bencana alam serta fluktuasi iklim tidak boleh melemahkan arah pembangunan nasional. Sebaliknya, dalam situasi yang penuh ketidakpastian tersebut, Indonesia harus mampu menemukan celah untuk memperkuat daya lenting sosial dan mempercepat pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Baca JugaKementrian ESDM Dorong Kapasitas Pembangkit Energi Terbarukan
“Bencana memang makin sering terjadi. Namun, jika kita melihat keseluruhan waktu kehidupan, peristiwa tersebut hanya terjadi pada nol-koma-sekian persen saja. Sementara di 99 persen sisa waktu yang ada, kita justru menerima karunia alam yang luar biasa. Maka, kesempatan untuk membangun tetap terbuka luas,” ujar Dwikorita.
Pernyataan ini mencerminkan optimisme berbasis sains yang selama ini menjadi fondasi utama BMKG. Dalam pandangan Dwikorita, pengelolaan alam yang positif dan berbasis ilmu pengetahuan adalah kunci untuk menjadikan Indonesia bukan hanya tahan bencana, tetapi juga unggul di tengah perubahan global. Pendekatan kolaboratif antar-lembaga dan sinergi lintas disiplin pun menjadi pilar dalam membangun sistem nasional yang tangguh.
Salah satu bentuk nyata dari strategi BMKG adalah inovasi teknologi yang terus dikembangkan. Salah satu terobosan paling menonjol adalah sistem peringatan dini gempa bumi berbasis hitung mundur atau Earthquake Early Warning System (EEWS). Sistem ini kini tengah diuji coba di empat provinsi prioritas: DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Lampung.
Sistem EEWS mampu mendeteksi gelombang primer gempa sebelum guncangan keras terasa oleh masyarakat. Dengan kemampuan ini, masyarakat diberikan jeda waktu antara 5 hingga 10 detik untuk melakukan langkah penyelamatan. Waktu yang sangat singkat ini ternyata dapat menjadi pembeda antara keselamatan dan risiko tinggi bagi ribuan nyawa.
Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menjelaskan urgensi penerapan sistem ini di daerah rawan bencana. “Sistem ini memberi waktu 5–10 detik sebelum guncangan keras datang. Ini sangat penting, terutama untuk menyelamatkan siswa di sekolah, penumpang di stasiun, rumah sakit, dan tempat berkumpul lainnya. Lima detik pun sangat berharga untuk menghindari korban,” tegasnya.
Selain untuk gempa bumi, BMKG juga memperkuat sistem peringatan dini untuk cuaca dan iklim ekstrem melalui pengembangan teknologi Meteorology Early Warning System (MEWS). Teknologi ini kini mampu memproyeksikan cuaca harian dengan presisi tinggi hingga 10 hari ke depan, bahkan hingga ke tingkat kecamatan dan kelurahan. Hal ini memberikan peluang lebih besar bagi pemerintah daerah, sektor usaha, hingga masyarakat umum untuk bersiap menghadapi perubahan cuaca yang signifikan.
Kesiapsiagaan terhadap cuaca ekstrem menjadi semakin penting mengingat semakin seringnya kejadian banjir rob, hujan ekstrem, gelombang panas, hingga badai yang bisa melumpuhkan aktivitas ekonomi dan membahayakan jiwa. Dengan peringatan dini yang tepat waktu dan mudah diakses, BMKG ingin memastikan bahwa setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk melindungi diri, keluarga, dan komunitas mereka.
Lebih jauh, BMKG juga menekankan bahwa keberhasilan sistem peringatan dini tidak hanya ditentukan oleh teknologi, tetapi juga oleh pemahaman dan keterlibatan masyarakat. Oleh karena itu, edukasi publik dan literasi kebencanaan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari program-program BMKG.
Tantangan ke depan memang tidak mudah. Indonesia berada di wilayah rawan bencana dengan risiko multihazard gempa bumi, tsunami, banjir, kekeringan, dan lainnya. Di saat yang sama, dampak perubahan iklim seperti kenaikan muka air laut, pola cuaca tak menentu, dan anomali suhu juga mengintai berbagai sektor kehidupan, mulai dari pertanian hingga kesehatan.
Namun dalam lanskap risiko yang kompleks itu pula, Indonesia punya kesempatan untuk menjadi pelopor dalam manajemen risiko berbasis teknologi dan sains. BMKG, sebagai garda terdepan dalam pemantauan geofisika dan iklim, siap bertransformasi menjadi institusi yang tak hanya memberi peringatan, tetapi juga memberi harapan dan arahan.
Menuju Indonesia Emas 2045, peringatan dini bukan lagi sekadar alat mitigasi bencana. Ia adalah bagian dari strategi pembangunan nasional yang cerdas dan berkelanjutan. Dengan langkah progresif BMKG dan partisipasi aktif seluruh elemen bangsa, Indonesia memiliki potensi besar untuk menapaki masa depan dengan lebih aman, tangguh, dan berdaya saing tinggi.

Alif Bais Khoiriyah
wartafinansial.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Berapa Pajak Mobil Listrik 2025? Dasar Hukum, Cara Hitung dan Daftar Tarif
- Kamis, 11 September 2025
Terpopuler
1.
Tarif Murah Dorong Efisiensi Biaya Transportasi Masyarakat
- 12 September 2025
2.
Penyeberangan Ketapang Gilimanuk Tetap Lancar Meski Bali Banjir
- 12 September 2025
3.
Harga Emas Antam dan Galeri24 Naik, Simak Daftar Lengkapnya
- 12 September 2025
4.
Kemenangan Persita Atas PSM Jadi Momentum Penting Tim
- 12 September 2025
5.
Temukan Makanan Khas Batu Malang dalam Wisata Kuliner
- 12 September 2025