Mengenal Apa Itu Akad Asuransi Syariah hingga Jenis-jenisnya

Kamis, 20 Maret 2025 | 05:14:31 WIB
apa itu akad asuransi syariah

Apa itu akad asuransi syariah? Akad asuransi syariah adalah komponen utama yang membedakan asuransi syariah dari asuransi konvensional. 

Dengan mengikuti prinsip-prinsip syariah, peserta asuransi syariah tidak hanya mendapatkan perlindungan finansial tetapi juga manfaat tambahan yang sesuai dengan ajaran agama. 

Faktor ini menjadi salah satu alasan mengapa banyak orang kini beralih memilih asuransi syariah dibandingkan jenis asuransi lainnya.

Jika kamu ingin memahami lebih dalam mengenai apa itu akad asuransi syariah, teruskan membaca artikel ini.

Apa Itu Akad Asuransi Syariah?

Apa itu akad asuransi syariah? Salah satu perbedaan mendasar antara asuransi syariah dan asuransi konvensional terletak pada akad yang digunakan. 

Akad asuransi syariah merupakan perjanjian tertulis yang mengatur kesepakatan antara pihak penyedia asuransi dan peserta, yang mencakup hak dan kewajiban masing-masing pihak, semuanya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. 

Proses akad ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 mengenai penerapan prinsip dasar dalam usaha asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah.

Jenis-jenis Akad Asuransi Syariah

1. Akad Tabarru’

Akad pertama dalam asuransi syariah adalah akad tabarru', yang mengedepankan prinsip tolong menolong dengan tujuan kebaikan, bukan untuk keuntungan komersial.

Dalam akad ini, peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk membantu peserta lain yang terkena musibah. 

Penyedia asuransi bertugas sebagai pengelola dana hibah dan wajib menjaga amanah serta kepercayaan yang diberikan oleh para peserta. 

Semua peserta memiliki hak yang setara untuk mendapatkan bantuan bila mengalami musibah, dengan prinsip dasar tolong menolong dalam kebaikan.

2. Akad Tijarah

Akad tijarah merupakan akad yang bertujuan komersial. Premi yang dibayarkan oleh peserta akan dikembalikan bersama dengan bagi hasil yang sesuai. 

Dalam hal ini, perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana, sementara peserta asuransi adalah pemilik dana tersebut. 

Akad ini dapat berubah menjadi akad tabarru' apabila pihak yang haknya tertahan dengan sukarela melepaskan haknya, yang akan membebaskan pihak lain dari kewajiban mereka.

3. Akad Wakalah bil Ujrah

Pada akad wakalah bil ujrah, peserta asuransi memberikan kuasa kepada penyedia asuransi untuk mengelola dana mereka dengan imbalan fee atau ujrah. 

Dalam jenis akad ini, perusahaan asuransi berfungsi sebagai wakil yang mengelola premi untuk diinvestasikan. Namun, perusahaan tidak berhak atas bagian dari hasil investasi yang diperoleh peserta asuransi.

4. Akad Mudharabah Musytarakah

Akad mudharabah musytarakah adalah pengembangan dari akad mudharabah. Dalam akad ini, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib yang mengelola dana yang bersumber dari peserta asuransi. 

Hasil investasi yang diperoleh akan dibagi antara peserta dan perusahaan asuransi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak.

Perbedaan Akad Asuransi Syariah dan Konvensional

1. Prinsip Dasar

Perbedaan yang paling mencolok antara asuransi syariah dan asuransi konvensional terletak pada prinsip dasarnya. Dalam asuransi syariah, pertanggungan risiko dilakukan secara bersama antara penyedia asuransi dan nasabah. 

Setiap peserta saling membantu apabila ada yang tertimpa musibah atau terkena risiko yang terjamin oleh asuransi. 

Dana yang terkumpul juga dikelola dengan cara berbagi risiko antara penyedia dan peserta.

Sedangkan dalam asuransi konvensional, pemindahan risiko sepenuhnya dialihkan kepada penyedia asuransi. 

Artinya, penyedia asuransi menanggung risiko yang terjadi pada tertanggung, baik itu terkait kesehatan, jiwa, ataupun aset, sesuai dengan polis yang disepakati.

2. Akad

Perbedaan yang cukup mendasar antara kedua jenis asuransi ini adalah akad yang digunakan. Asuransi syariah mengadopsi akad takaful, yang mengedepankan prinsip tolong menolong antar peserta. 

Jika ada peserta yang mengalami musibah, peserta lainnya akan memberikan bantuan melalui dana sosial (tabarru'). 

Sebaliknya, asuransi konvensional menggunakan akad jual beli, di mana terdapat transaksi jual beli yang jelas antara penyedia dan nasabah, termasuk barang yang dijual, harga, dan persetujuan kedua pihak.

3. Kepemilikan Dana

Kepemilikan dana juga menjadi salah satu perbedaan signifikan antara asuransi syariah dan konvensional. 

Dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul merupakan milik bersama atau kolektif. Setiap peserta memberikan santunan kepada yang lainnya ketika terjadi risiko.

Sebaliknya, dalam asuransi konvensional, dana yang dibayarkan berupa premi milik perusahaan asuransi, yang kemudian mengelola dana tersebut berdasarkan perjanjian yang telah disepakati.

4. Pengelolaan Dana

Pengelolaan dana juga berbeda antara kedua jenis asuransi ini. Pada asuransi syariah, dana yang terkumpul dari peserta dikelola oleh perusahaan asuransi yang hanya berperan sebagai pengelola, tanpa hak kepemilikan atas dana tersebut. 

Dana ini akan digunakan untuk keuntungan para peserta. Di sisi lain, pada asuransi konvensional, perusahaan asuransi memiliki hak penuh atas dana yang dibayarkan oleh peserta dan mengelolanya sesuai dengan ketentuan yang telah disetujui dalam perjanjian.

5. Pengawasan Dana

Pada asuransi syariah, pengelolaan dana diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertanggung jawab kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI). DPS memastikan bahwa setiap transaksi dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. 

Sementara itu, pada asuransi konvensional, tidak ada badan pengawas khusus yang mengawasi transaksi. 

Namun, perusahaan asuransi yang terdaftar umumnya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang bertanggung jawab atas regulasi dan pengawasan sektor asuransi di Indonesia.

6. Dana Hangus

Dana hangus merujuk pada dana yang tidak bisa dikembalikan kepada peserta jika tidak ada klaim yang diajukan sepanjang periode polis yang disepakati. 

Misalnya, jika pemegang polis asuransi properti tidak mengajukan klaim selama masa polis, maka premi yang dibayarkan dianggap hangus. 

Hal ini lebih sering terjadi pada asuransi konvensional, di mana peserta bisa kehilangan premi yang telah dibayar jika tidak memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti tidak dapat membayar premi atau gagal mengajukan klaim. 

Berbeda dengan itu, dalam asuransi syariah, istilah "dana hangus" tidak berlaku. Peserta tetap dapat memperoleh kembali dana yang mereka bayarkan, meskipun ada sebagian dana yang harus diikhlaskan sebagai dana tabarru’ untuk membantu sesama peserta yang terkena musibah.

7. Surplus Underwriting

Surplus underwriting adalah dana lebih yang dibagikan kepada peserta asuransi jika ada kelebihan dalam rekening sosial. 

Dana ini dibagikan sebagai keuntungan bagi peserta asuransi syariah, yang akan menerima bagi hasil secara prorata sesuai dengan kontribusi mereka. 

Berbeda dengan asuransi konvensional, di mana terdapat konsep "no-claim bonus" sebagai kompensasi bagi peserta yang tidak mengajukan klaim hingga polis berakhir.

Pada asuransi syariah, surplus underwriting ini menjadi salah satu bentuk distribusi hasil yang tidak diterapkan dalam asuransi konvensional.

8. Pembayaran Klaim Polis

Dalam asuransi syariah, klaim dibayar melalui dana tabungan bersama yang telah terkumpul dari para peserta. 

Pembayaran klaim ini dapat dilakukan dengan sistem cashless, dan ada kemungkinan adanya double claim jika peserta memiliki lebih dari satu polis asuransi yang menanggung risiko yang sama. 

Sedangkan dalam asuransi konvensional, klaim polis dibayarkan langsung oleh perusahaan asuransi, sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam polis. 

Opsi pembayaran klaim pada asuransi konvensional termasuk reimburse dan cashless, dan double claim dapat diterapkan jika peserta memiliki polis lebih dari satu.

9. Wakaf dan Zakat

Salah satu aspek yang ada dalam asuransi syariah namun tidak terdapat dalam asuransi konvensional adalah wakaf dan zakat. Wakaf adalah pemberian hak milik atau harta kepada pihak yang berhak (nazhir) dengan tujuan untuk kemaslahatan umat. 

Peserta asuransi syariah dapat mewakafkan manfaat asuransi mereka, seperti santunan meninggal dunia dan nilai tunai polis, untuk digunakan dalam tujuan amal. 

Sementara zakat adalah kewajiban yang harus diberikan oleh umat Islam kepada mereka yang berhak menerimanya, seperti fakir miskin. 

Dalam asuransi syariah, zakat dihitung berdasarkan keuntungan perusahaan dan didistribusikan sesuai dengan ketentuan agama.

Sebagai penutup, memahami apa itu akad asuransi syariah sangat penting untuk memilih produk yang sesuai dengan prinsip syariah dan kebutuhan perlindungan finansialmu.

Terkini