
JAKARTA - Lonjakan harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) untuk periode mencerminkan betapa kompleksnya dinamika pasar energi global saat ini. Di tengah konflik geopolitik yang kian memanas dan permintaan yang terus meningkat, ICP mengalami kenaikan signifikan, dari sebelumnya US$62,75 menjadi US$69,33 per barel.
Penetapan harga ini diumumkan dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 229.K/MG.03/MEM.M/2025 tentang Harga Minyak Mentah. Lonjakan tersebut turut mencerminkan tekanan global yang sangat berpengaruh terhadap pasar energi nasional, dan pada saat yang sama menunjukkan ketergantungan Indonesia terhadap situasi pasar minyak dunia.
Plt Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas), Tri Winarno, menjelaskan bahwa faktor utama yang mendorong kenaikan ICP tidak lepas dari kekhawatiran pelaku pasar terhadap potensi gangguan pasokan minyak global, terutama dari kawasan Timur Tengah. “Adanya ketegangan geopolitik di Timur Tengah mendukung terjadinya spekulasi dan sentimen pasar yang memperkuat lonjakan harga minyak dunia di pasar berjangka, akibat pembelian minyak untuk mengantisipasi kenaikan lebih lanjut,” ujar Tri dalam keterangan resminya.
Baca JugaHarga Minyak Dunia Menguat Tipis Ditopang Situasi Geopolitik Global
Geopolitik Jadi Pemantik Utama Lonjakan Harga
Kawasan Timur Tengah memang kembali menjadi sorotan utama dalam fluktuasi harga minyak. Ketegangan antara Amerika Serikat, Iran, dan Israel turut membayangi keamanan jalur perdagangan, terutama potensi penutupan Selat Hormuz oleh Iran. Selat strategis tersebut selama ini menjadi jalur penting bagi pengiriman minyak dunia, dan setiap gangguan di sana akan berdampak besar pada suplai global.
Spekulasi investor mengenai terbatasnya pasokan dan risiko konflik berkepanjangan mendorong aksi beli di pasar berjangka, sehingga mendongkrak harga minyak mentah di berbagai acuan internasional. Kenaikan harga ini juga memperlihatkan betapa sensitifnya pasar terhadap perkembangan politik dan keamanan global.
Faktor Permintaan Global Tak Kalah Signifikan
Selain situasi geopolitik, faktor fundamental seperti peningkatan permintaan minyak turut memainkan peran penting. Dalam laporan terbaru Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada bulan Juni, terdapat revisi ke atas terhadap proyeksi permintaan minyak global untuk kuartal III dan keseluruhan tahun 2025, masing-masing naik sebesar 0,14 juta barel per hari.
Amerika Serikat, sebagai konsumen minyak terbesar dunia, juga menunjukkan lonjakan permintaan karena memasuki musim berkendara (driving season) yang biasanya ditandai dengan peningkatan konsumsi bahan bakar. Hal ini makin memperkuat tekanan pada sisi permintaan global.
Di sisi lain, Asia Pasifik khususnya China dan India juga mengalami peningkatan konsumsi. Peningkatan ini turut diperkuat oleh langkah Saudi Aramco yang menaikkan Official Selling Price (OSP) untuk ekspor ke kawasan Asia, mencerminkan keyakinan akan margin kilang yang tetap kuat di wilayah tersebut.
Faktor Nilai Tukar dan Hubungan Perdagangan
Tri Winarno juga menyoroti bahwa selain faktor pasokan dan permintaan, nilai tukar dolar AS yang melemah turut mendorong investor global untuk masuk ke aset komoditas seperti minyak. “Penurunan nilai tukar dolar AS mendorong investor global untuk masuk ke komoditas minyak dan berdampak pada peningkatan permintaan,” jelasnya.
Selain itu, dinamika hubungan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok juga berkontribusi pada sentimen positif pasar. Kesepakatan dua negara ekonomi terbesar dunia untuk memangkas tarif impor secara signifikan antara 14 Mei hingga 14 Agustus 2025 telah memberikan angin segar bagi stabilitas ekonomi global dan memperkuat kepercayaan pelaku pasar terhadap pertumbuhan permintaan minyak.
Perbandingan Harga Minyak Global
Kenaikan ICP Indonesia tercermin pula dalam pergerakan berbagai harga acuan minyak mentah internasional pada bulan Juni 2025. Data menunjukkan:
Dated Brent naik US$7,24, dari US$64,22 menjadi US$71,46 per barel.
WTI (Nymex) naik US$6,39, dari US$60,94 menjadi US$67,33 per barel.
Brent (ICE) meningkat US$5,79, dari US$64,01 menjadi US$69,80 per barel.
Basket OPEC naik US$6,18, dari US$63,62 menjadi US$69,80 per barel.
ICP Indonesia sendiri mengalami kenaikan US$6,58 dari US$62,75 menjadi US$69,33 per barel.
Data ini memperkuat kesimpulan bahwa pasar global memang sedang berada dalam tren kenaikan yang konsisten, didorong oleh kombinasi faktor geopolitik, permintaan musiman, pelemahan dolar, serta dinamika perdagangan antarnegara besar.
Tantangan dan Peluang bagi Indonesia
Dengan naiknya ICP, potensi pendapatan negara dari sektor migas meningkat. Namun, di sisi lain, kenaikan harga ini juga bisa berimplikasi pada biaya subsidi energi, harga BBM domestik, dan tekanan inflasi. Oleh karena itu, pemerintah perlu menjaga keseimbangan antara penerimaan negara dan daya beli masyarakat.
Lebih jauh, fluktuasi harga ini menjadi momentum bagi Indonesia untuk terus mendorong diversifikasi energi, peningkatan efisiensi, serta pengembangan energi terbarukan guna mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil.

Alif Bais Khoiriyah
wartafinansial.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Pola Makanan Sehat Disertai Olahraga Membuat Jantung Lebih Prima
- Selasa, 23 September 2025
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Resep Ayam Pop Padang Lezat, Cocok Untuk Keluarga di Rumah
- 23 September 2025
2.
Talenta Muda Basket U16 Asia Siap Bersaing Tunjukkan Kehebatan
- 23 September 2025
3.
Gen Z Harus Siap Menghadapi Tantangan Finansial Di Masa Depan
- 23 September 2025
4.
OJK Hadirkan Aturan Baru Untuk Memperkuat Pembiayaan UMKM Nasional
- 23 September 2025
5.
Bank Indonesia Permudah Penukaran Uang Rupiah Lama Secara Resmi
- 23 September 2025