Cara Menghitung Tarif Pajak PPH 21 2025

Kamis, 11 September 2025 | 22:49:51 WIB
tarif pajak pph 21

Jakarta - Tarif pajak pph 21 diterapkan secara progresif, di mana besaran pajak yang harus dibayar semakin besar seiring dengan meningkatnya penghasilan wajib pajak. 

Selain menggunakan tarif pajak progresif, Direktorat Jenderal Pajak juga memperkenalkan metode perhitungan baru yang memakai tarif efektif rata-rata (TER) sebagai dasar penghitungan PPh Pasal 21 mulai tahun 2024. 

Dengan skema ini, perhitungan pajak menjadi lebih sederhana dan transparan, sehingga karyawan dan perusahaan dapat memahami besaran pajak yang harus dipotong dari penghasilan dengan lebih mudah.

Untuk menghitung pajak gaji karyawan berdasarkan ketentuan terbaru tersebut, penting untuk memahami penerapan tarif efektif rata-rata dalam menghitung tarif pajak pph 21 secara akurat.

Subjek dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Perorangan

Sebelum memahami cara perhitungan pajak penghasilan Pasal 21 tahun 2024, penting untuk mengenal terlebih dahulu ketentuan mengenai subjek dan objek pajak yang berlaku. 

Hal ini penting karena keduanya menjadi dasar dalam penerapan pajak tersebut.

Subjek Pajak untuk Pajak Penghasilan Pasal 21 Orang Pribadi

Subjek pajak adalah pihak yang memiliki kewajiban membayar pajak, yang telah terdaftar sebagai wajib pajak dengan kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 

Dalam konteks pajak penghasilan untuk individu, berikut adalah beberapa kategori subjek pajak yang diwajibkan untuk membayar pajak tersebut:

  • Pekerja yang berstatus karyawan atau pegawai formal.
  • Pekerja lepas atau non-pegawai.
  • Individu yang bekerja sekaligus menjalankan usaha sendiri.
  • Pengusaha yang merupakan wajib pajak orang pribadi.

Untuk kategori non-pegawai, subjek pajak mencakup beberapa kelompok seperti:

  • Profesional dengan pekerjaan bebas seperti akuntan, arsitek, pengacara, dokter, konsultan, aktuaris, penilai, dan notaris.
  • Pelaku seni dan hiburan seperti aktor, musisi, penyanyi, pembawa acara, model iklan, pemain sinetron, fotografer, pelukis, penari, serta seniman lainnya.
  • Atlet, pelatih, penyuluh, guru, penasihat, moderator, dan penceramah.
  • Peneliti, penulis, dan penerjemah.
  • Penyedia layanan di bidang komputer, sistem aplikasi, fotografi, teknik, telekomunikasi, ekonomi, elektronika, sosial, serta penyelenggara acara.
  • Petugas lapangan asuransi, penjual langsung, distributor multilevel marketing, dan pedagang keliling.
  • Anggota dewan pengawas yang bukan pegawai tetap atau anggota dewan komisaris.
  • Peserta yang menerima penghasilan dari berbagai kegiatan seperti lomba, seni, olahraga, ilmu pengetahuan, teknologi, serta jenis perlombaan lainnya.
  • Peserta pertemuan, rapat, konferensi, kunjungan kerja, pendidikan, dan pelatihan.
  • Mantan pegawai.

Objek Pajak Penghasilan Pasal 21
Mengacu pada peraturan yang mengatur, jenis penghasilan yang dikenai pajak ini meliputi seluruh penghasilan yang diterima oleh karyawan baik secara rutin maupun tidak rutin. Berdasarkan undang-undang perpajakan, berikut rincian penghasilan yang dikenai pemotongan pajak penghasilan Pasal 21:

  • Penghasilan yang diterima oleh pegawai tetap, mencakup penghasilan rutin dan tidak rutin.
  • Penghasilan pensiun yang diterima secara teratur, baik berupa uang pensiun maupun penghasilan serupa.
  • Penghasilan terkait pemutusan hubungan kerja dan pensiun yang diterima sekaligus seperti uang pesangon, manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan pembayaran sejenis lainnya.
  • Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, termasuk upah harian, mingguan, satuan, borongan, atau upah bulanan.
  • Imbalan kepada non-pegawai, berupa honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain yang berkaitan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan.
  • Imbalan kepada peserta kegiatan, seperti uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah, atau penghargaan dengan berbagai nama dan bentuk.

Dengan memahami subjek dan objek pajak ini, proses perhitungan dan pemotongan pajak penghasilan Pasal 21 dapat dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.

Penghasilan Kena Pajak dan Penghasilan Tidak Kena Pajak

Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah salah satu elemen penting dalam penghitungan pajak penghasilan. Nilai PKP diperoleh dengan cara mengurangi total pendapatan bersih tahunan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Sesuai perubahan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 mengenai Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), jumlah lapisan tarif pajak yang dikenakan pada PKP kini menjadi lima, naik dari sebelumnya yang hanya empat lapisan.

Selain mengenal kategori lapisan PKP, penting juga memahami komponen PTKP yang berlaku bagi para pekerja. Sesuai dengan namanya, PTKP merupakan batas penghasilan yang tidak dikenakan pajak penghasilan Pasal 21.

Jumlah PTKP biasanya dihitung berdasarkan status pernikahan dan jumlah tanggungan wajib pajak, dengan batas maksimum tiga orang sebagai tanggungan.

Jika seorang istri memiliki pekerjaan, penghasilan, dan NPWP sendiri, maka PTKP yang digunakan adalah status TK/0. 

Sedangkan untuk suami, PTKP tetap menggunakan status dari K/0 hingga K/3. Untuk gambaran lebih jelas, terdapat tabel yang menunjukkan nilai PTKP yang berlaku untuk wajib pajak orang pribadi.

Dalam kaitannya dengan tarif pajak, jumlah pemotongan pajak yang berlaku pada PPh Pasal 21 bergantung pada tarif yang dikenakan atas penghasilan jasa orang pribadi. 

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023, pemerintah menetapkan kembali skema pemotongan PPh 21 untuk tahun 2024, yang meliputi tarif pajak progresif dan tarif efektif rata-rata.

Untuk tarif progresif, sesuai Pasal 17 ayat 1 UU PPh, tarif maksimal yang berlaku sebelumnya adalah 30%. Namun, UU HPP mengubah ketentuan tersebut dengan menaikkan batas maksimum tarif progresif menjadi 35%.

Tabel lengkap mengenai lapisan penghasilan kena pajak dapat dilihat di atas.

Dalam pelaksanaan perhitungan PPh 21 tahun 2024, tarif progresif ini biasanya dipakai untuk menentukan pemotongan pajak atas gaji tahunan karyawan, khususnya pada masa pajak bulan Desember atau ketika karyawan mengakhiri masa kerjanya.

Sedangkan tarif efektif rata-rata (TER) merupakan metode baru yang diterapkan untuk menghitung PPh 21 sepanjang tahun pajak dari Januari sampai Desember. 

Dalam penghitungan ini, pemotong pajak tidak perlu mempertimbangkan biaya pengurang, melainkan hanya mengalikan tarif efektif rata-rata dengan penghasilan bruto.

Merujuk pada PP Nomor 58 Tahun 2023, tarif efektif rata-rata dibagi menjadi dua jenis, yaitu tarif efektif bulanan (TER Bulanan) dan tarif efektif harian (TER Harian). 

TER Bulanan berlaku untuk penghasilan bruto yang diterima secara bulanan oleh wajib pajak orang pribadi yang berstatus pegawai tetap.

Sementara itu, TER Harian dikenakan pada penghasilan bruto yang diterima secara harian, mingguan, satuan, atau borongan oleh wajib pajak orang pribadi dengan status pegawai tidak tetap.

Cara Menghitung PPh Pasal 21 untuk Pekerja

Setelah memahami komponen utama dalam pajak penghasilan Pasal 21, Anda kini dapat mulai menerapkannya dalam perhitungan pajak tersebut. 

Untuk memudahkan proses ini, berikut disajikan contoh perhitungan pajak atas gaji pegawai dengan menggunakan tarif terbaru yang berlaku.

Contoh perhitungan pajak untuk pegawai lajang

Dira yang berstatus lajang (TK/0) bekerja sebagai pegawai dengan gaji dan tunjangan bulanan sebesar Rp8.000.000, serta memperoleh biaya jabatan sebesar 5% dari gaji setiap bulan. Selain itu, dia membayar iuran pensiun sebesar Rp100.000 setiap bulan.

Untuk menghitung pajak yang wajib dibayarkan oleh Dira pada setiap periode pajak, digunakan tarif efektif rata-rata.

Perhitungan untuk periode Januari sampai November:

Pajak Pasal 21 dihitung dengan mengalikan tarif efektif bulanan dengan penghasilan bruto.

Pajak = 1,5% x Rp8.000.000 = Rp120.000

Perhitungan untuk periode Desember:

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tarif efektif rata-rata digunakan untuk menghitung pajak di setiap bulan kecuali bulan terakhir, dimana tarif progresif sesuai Pasal 17 UU PPh digunakan.

Untuk bulan terakhir, penghitungan pajak dilakukan secara kumulatif selama setahun menggunakan tarif progresif.

Pendapatan bersih tahunan dihitung dengan mengurangi penghasilan bruto tahunan dengan biaya jabatan dan iuran pensiun.

Pendapatan bersih = Rp96.000.000 – [(5% x Rp8.000.000 x 12) + (Rp100.000 x 12)]
Pendapatan bersih = Rp96.000.000 – Rp6.000.000 = Rp90.000.000

Pendapatan kena pajak = Pendapatan bersih – Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Pendapatan kena pajak = Rp90.000.000 – Rp54.000.000 = Rp36.000.000

Pajak terutang = 5% x Rp36.000.000 = Rp1.800.000

Pajak yang sudah dipotong dengan skema tarif efektif rata-rata pada periode Januari-November adalah:
Rp120.000 x 11 = Rp1.320.000

Maka, pajak yang harus dipotong pada bulan Desember adalah:
Rp1.800.000 – Rp1.320.000 = Rp480.000

Contoh perhitungan pajak untuk pegawai berkeluarga

Andi, seorang pegawai yang sudah menikah dan memiliki tiga tanggungan, menerima gaji dan tunjangan sebesar Rp12.000.000 per bulan, dengan biaya jabatan 5% setiap bulan. Dia juga membayar iuran pensiun Rp100.000 per bulan.

Pajak yang harus dibayarkan Andi dihitung dengan tarif efektif rata-rata pada setiap periode pajak.

Perhitungan untuk periode Januari sampai November:

Pajak dihitung dengan mengalikan tarif efektif bulanan dengan penghasilan bruto.

Pajak = 2% x Rp12.000.000 = Rp240.000

Perhitungan untuk periode Desember:

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto maksimal Rp500.000 per bulan atau Rp6.000.000 setahun. Jika biaya jabatan melebihi angka ini, maka hanya sebesar maksimal yang digunakan.

Pendapatan bersih tahunan dihitung dengan mengurangi total penghasilan bruto tahunan dengan biaya jabatan dan iuran pensiun.

Pendapatan bersih = Rp144.000.000 – [(5% x Rp12.000.000 x 12) + (Rp100.000 x 12)]
Pendapatan bersih = Rp144.000.000 – Rp7.200.000 = Rp136.800.000

Pendapatan kena pajak = Pendapatan bersih – PTKP
Pendapatan kena pajak = Rp136.800.000 – Rp72.000.000 = Rp64.800.000

Jumlah ini termasuk dalam lapisan tarif pertama dan kedua menurut Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Pajak yang terutang dihitung menggunakan tarif progresif, yaitu:
(5% x Rp60.000.000) + (15% x Rp4.800.000) = Rp3.000.000 + Rp720.000 = Rp3.720.000

Pajak yang sudah dipotong selama Januari sampai November adalah:
Rp240.000 x 11 = Rp2.640.000
(Asumsi penghasilan bruto setiap bulan sama, tanpa tambahan THR atau bonus)

Sehingga, pajak yang harus dipotong pada bulan Desember adalah:
Rp3.720.000 – Rp2.640.000 = Rp1.080.000

Sebagai penutup, memahami tarif pajak pph 21 membantu dalam perencanaan keuangan agar kewajiban pajak terpenuhi dengan tepat dan efektif.

Terkini

Cara Menghitung Tarif Pajak PPH 21 2025

Kamis, 11 September 2025 | 22:49:51 WIB

Kesehatan Mental Adalah: Pentingnya Bagi Kesehatan Tubuh!

Kamis, 11 September 2025 | 22:49:22 WIB

Cara Menabung Emas di Pegadaian: Syarat dan Manfaat

Kamis, 11 September 2025 | 22:49:22 WIB