Toyota Gandeng Pertamina Hadirkan Bioetanol Non-Pangan Ramah Lingkungan
- Jumat, 31 Oktober 2025
JAKARTA - Toyota Motor Corporation terus memperluas fokusnya pada mobilitas berkelanjutan dengan mengejar pengembangan bahan bakar alternatif, yakni bioetanol non-pangan.
Hal ini dilakukan untuk menghadirkan solusi energi yang ramah lingkungan tanpa mengganggu sektor pangan. Di ajang Japan Mobility Show, isu karbon menjadi sorotan, namun Toyota menekankan bahwa elektrifikasi kendaraan bukan satu-satunya jalan.
Bioetanol dipandang sebagai pilihan strategis karena dapat dimanfaatkan tanpa mendisrupsi rantai manufaktur otomotif.
Baca JugaRute Baru DAMRI Jogja-Semarang Tawarkan Perjalanan Nyaman dan Tarif Terjangkau
Keiji Kaita, President Carbon Neutral Engineering Development Center Toyota, menyampaikan bahwa riset bioetanol non-pangan tengah dilakukan dengan menggunakan limbah tanaman atau sisa produksi pertanian, seperti perasan tebu serta batang atau daun jagung.
“Sisa perasan tebu, mungkin juga batang atau daun jagung yang dibuang para petani,” jelas Kaita. Ia menekankan bahwa proyek ini sejalan dengan upaya transisi energi nasional, mengurangi emisi karbon, sekaligus menekan ketergantungan pada impor bahan bakar fosil.
Penerapan bioetanol non-pangan juga meminimalisir konflik antara kebutuhan energi dan pangan. Dengan bahan baku berbasis limbah, industri otomotif bisa memproduksi kendaraan dengan bahan bakar terbarukan tanpa menurunkan pasokan pangan lokal.
Strategi ini menjadi daya tarik bagi negara berkembang yang tengah mencari solusi energi bersih dan ekonomis.
Kolaborasi Strategis Toyota dan Pertamina
Dalam upaya mempercepat adopsi bioetanol, Toyota menjalin kerja sama dengan Pertamina. Kemitraan ini bertujuan mendukung penelitian, produksi, dan distribusi bioetanol non-pangan di Indonesia.
Kaita menegaskan, kolaborasi ini sejalan dengan target pemerintah untuk meningkatkan penggunaan bahan bakar E10 dan memperluas pemanfaatan energi terbarukan.
Pertamina sendiri telah menjual Pertamax Green dengan campuran bioetanol di ratusan SPBU, sebagai langkah awal integrasi biofuel ke pasar domestik.
Keberadaan bioetanol di SPBU juga menjadi stimulasi bagi masyarakat untuk beralih pada energi ramah lingkungan. Selain itu, kemitraan ini memperkuat peta jalan pengembangan biofuel nasional, termasuk target E10 sebanyak 1,2 juta kiloliter pada 2028.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, menyatakan bahwa pemerintah mendorong penggunaan bahan baku bioetanol seluruhnya dari dalam negeri.
Selain itu, pemerintah tengah menyelesaikan regulasi terkait cukai dan harga komersial bioetanol agar lebih terjangkau. Eniya menekankan pentingnya sinergi antara BUMN, sektor swasta, dan produsen otomotif untuk mempercepat pemanfaatan biofuel.
Potensi Bioetanol bagi Industri dan Lingkungan
Bioetanol berbasis non-pangan diharapkan membawa manfaat ganda. Pertama, mengurangi emisi karbon sektor transportasi yang selama ini menjadi kontributor utama polusi udara.
Kedua, menjaga kelangsungan industri otomotif dan manufaktur terkait agar tetap beroperasi tanpa gangguan. Dengan bahan baku yang berasal dari limbah, industri dapat meminimalkan biaya serta meningkatkan efisiensi rantai pasok.
Selain itu, pengalaman negara seperti Brasil membuktikan bahwa bioetanol dapat menjadi sumber energi utama transportasi, sekaligus mendukung perekonomian lokal. Brasil sukses mengintegrasikan bioetanol ke dalam kebijakan energi nasional, yang bisa menjadi model bagi Indonesia dan negara berkembang lainnya.
Pemanfaatan biofuel non-pangan di Indonesia juga sejalan dengan target pengurangan impor BBM, sehingga berdampak positif bagi neraca energi nasional.
Tantangan dan Langkah Ke Depan
Meskipun memiliki potensi besar, pengembangan bioetanol menghadapi sejumlah tantangan. Produksi massal harus memperhatikan harga dan ketersediaan bahan baku. Regulasi terkait cukai dan harga bioetanol masih dalam proses penyusunan agar produk bisa bersaing secara komersial.
Pemerintah berkomitmen untuk menurunkan hambatan ini melalui kebijakan dan dukungan logistik, termasuk kemitraan dengan BUMN seperti Pertamina.
Toyota, melalui penelitian dan kolaborasi dengan Pertamina, optimistis bioetanol non-pangan akan menjadi alternatif bahan bakar yang praktis dan ramah lingkungan.
Proyek ini diharapkan mendorong adopsi luas di sektor transportasi serta memberikan contoh bagi negara lain dalam mengembangkan energi terbarukan tanpa mengorbankan sektor pangan.
Kaita menegaskan bahwa inovasi ini tidak hanya berfokus pada mobilitas, tapi juga pada kontribusi terhadap ekonomi hijau dan keberlanjutan lingkungan.
Dengan strategi yang matang, pemanfaatan bioetanol non-pangan diproyeksikan mendukung transisi energi di Indonesia sekaligus membuka peluang bagi riset teknologi hijau dan pengembangan industri otomotif ramah lingkungan di masa depan.
Alif Bais Khoiriyah
wartafinansial.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Trailer Perdana Film The Odyssey Karya Christopher Nolan Resmi Dirilis ke Publik
- Rabu, 24 Desember 2025
Rotasi Pejabat Tinggi Strategis Dilakukan Panglima TNI untuk Penyegaran Organisasi
- Rabu, 24 Desember 2025
Insentif Non Fiskal yang Diperluas Akan Mendukung Pertumbuhan Mobil Listrik Nasional
- Rabu, 24 Desember 2025
Gibran Pastikan Pasokan dan Harga Bahan Pokok Aman untuk Masyarakat Menjelang Natal
- Rabu, 24 Desember 2025
Berita Lainnya
Jadwal Lengkap Kapal Pelni KM Bukit Raya untuk Libur Nataru Akhir Tahun 2025
- Rabu, 24 Desember 2025
Panduan Lengkap KRL Jogja–Solo, Tips dan Informasi untuk Para Penumpang
- Rabu, 24 Desember 2025
Peserta BPJS Kesehatan Tetap Bisa Berobat di Luar Kota Saat Libur Nataru
- Rabu, 24 Desember 2025
Jasa Marga Catat Lonjakan Arus Kendaraan Natal sebagai Indikasi Mobilitas Masyarakat
- Rabu, 24 Desember 2025
Perjalanan Solo-Madiun-Caruban Kini Lebih Mudah Berkat Layanan KA BIAS
- Rabu, 24 Desember 2025












